Distro berasal dari singkatan distribution store. Berfungsi menerima titipan dari berbagai macam merek clothing company lokal yang memproduksi sendiri produknya seperti, t-shirt, tas, dompet, jaket dan lain-lain. Dikarenakan belum mempunyai tempat pemasaran sendiri atau ingin memperluas pemasarannya, clothing company ini “akrab” disebut dengan distro.
Bila ditanya siapa pelopor berdirinya clothing company dan distro di Bandung? Pasti sulit mencari jawaban yang pasti karena semua berawal dari usaha kecil, dengan gaya promosi dari mulut ke mulut.
Sedangkan clothing adalah produsen yang memproduksi sendiri semua produk mereka dengan label sendiri pula. Sebuah clothing bisa memiliki toko sendiri atau hanya sekedar menitipkan produk mereka ke distro.
Kehadiran distro-distro dapat dibilang sudah menjadi sebuah fenomena, hal ini membuat para pelaku distro tidak lagi dipandang sebelah mata, dan juga sudah menjadi sebuah industri, bukan lagi sebuah usaha kecil-kecilan.
Salah satu penyebab kehadiran distro adalah krisis moneter yang melanda Indonesia pada beberapa waktu lalu. Kondisi tersebut mengakibatkan harga produk sandang, pangan, dan papan melangit. Khusus untuk produk sandang atau pakaian, memicu banyak anak muda untuk menyediakan produk ready to wear dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang cukup baik.
Selain itu, distro menawarkan desain baru dan umumnya tidak memproduksi dalam jumlah massal. Sehingga, konsumen tidak perlu khawatir produk distro yang dibelinya pasaran. Hal pertama yang harus dimiliki ketika hendak membuat sebuah distro adalah semangat dan idealisme yang tinggi untuk menjalankan bisnis independen ini.
Karena berbeda dengan bisnis umum lainnya, bisnis clothing/distro membutuhkan idealisme tersendiri agar clothing/distro tersebut bisa memiliki visi dan karakter yang jelas serta semangat kemandirian dan militansi yang tinggi untuk menjalankan bisnis independen ini.
Menurut pengelola distro Bandung Mode, Irvan Darwin, distro merupakan salah satu industri kreatif yang mungkin paling besar mendapatkan reaksi positif dari masyarakat. Indikasinya terlihat dari tingginya minat masyarakat membeli berbagai produk barang yang dititipkan di distro.
Apalagi pada umumnya berbagai barang yang dijual di distro relative mengikuti perkembangan kebutuhan anak muda. Sehingga tidak heran kalau semua produk yang dihasilkan clothing relative mendapatkan respon positif dari anak muda. ”Target pasarnya cenderung ke anak muda. 15 -25 tahun, lah. Tapi masyarakat yang berusia 40 tahun ke bawah juga suka membeli produk distro,” terangnya saat dihubungi SINDO.
Dia menerangkan, sebenarnya masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak banyak untuk memulai berinvestasi pada distro. Cukup Rp500 ribu, masyarakat sudah bisa berusaha pada bisnis ini. Dana sebesar itu dipergunakan untuk membuat beberapa baju dengan desain menarik. Untuk menjualnya, tinggal melakukan pendekatan kepada teman pribadi.
Irvan berkeyakinan cara tersebut relative berhasil dalam menjual produk tersebut. Sebab pada saat pertama kali membuka usaha ini pada 2006 lalu, Irvan hanya mengeluarkan uang di bawah Rp500 ribu. Namun sekarang, Irvan telah berhasil menjual produknya di Sumatera Barat. Dia berharap dalam waktu dekat, akan kembali membuka distro di berbagai daerah lainnya.
Selain memiliki modal awal, bagi yang hendak membuka distro harus juga mempunyai kreatifitas. Khususnya dalam menghasilkan berbagai produk, seperti t-shirt, dan jaket. Sebab salah satu cirri khas bisnis ristro adalah, jumlah jenis barang yang dijual harus terbatas. Karena itulah tanpa adanya kreativitas yang tinggi, akan mustahil menjual berbagai produk yang ‘segar’.
Masyarakat juga harus memiliki ‘teman’ yang banyak untuk menjual produksi barangnya. Karena biasanya, pada proses awal tidak banyak distro yang mau dititipkan barang oleh clothing company baru. Sementara dengan dana yang sangat minim, sangat mustahil membuka distro. ”Untuk sementara, penjualan bisa dilakukan melalui hubungan pertemanan,” terangnya.
Setelah mengetahui berbagai celah yang bisa dimasuki dalam usaha ini, dia berkeyakinan hanya dalam waktu yang relative tidak lama, masyarakat sudah bisa merasakan balik modal. ”Untuk penjualan retail, satu baju bisa mendapatkan keuntungan antara 20% hingga 30%,” tuturnya.
Owner Saqina Distro Busana dan Perlengkapan Muslim, Ines Handayani, menjelaskan, usaha distro dipilihnya karena usaha jenis ini cenderung bisa eksis ketika pasar sedang jenuh. Ini karena jumlah produk yang ditawarkan dan system penjualannya relative berbeda dengan factory outlet.
Pilihan produk penjualan distro yang relative berbeda dan terbatas membuat masyarakat relative lebih suka membeli barang di distro. Soalnya sebagian masyarat merasa risih kalau membeli barang yang jenisnya diproduksi dalam skala besar. Karena sewaktu-waktu bisa saja ‘bertabrakan’ mempergunakan baju yang sama.
Dia mengaku sebagian besar dari busana dan perlengkapan muslim yang dijual di tempatnya merupakan hasil kreativitas orang lain. Namun begitu, pihaknya tidak sembarangan menjual produk karena khawatir tidak diterima pasar. Karena itulah sebelum membelinya, pihaknya terlebih dahulu melakukan riset pasar.
Banyak cara yang bisa dilakukan dalam meriset kondisi pasar. Mulai dari mendatangi competitor sejenis, melihat dan membaca internet, membaca majalah busana. Dari situlah bisa disimpulkan seperti apa tren busana dan perlengkapan muslim yang sedang dicari masyarakat. ”Dibutuhkan insting yang baik untuk melakukan itu,” katanya.
Walaupun terlihat ‘remeh’, namun sebaiknya masyarakat tidak memandang sebelah mata usaha ini. Kalau tidak serius dan focus dalam mengembangkan usaha, sepertinya akan mustahil bagi masyarakat untuk sukses membangun dan mengembangkan usaha ini. ”Kalau setengah-setengah, lebih baik tidak usah terjun dalam bisnis ini,” tegasnya.
Ines mulai berusaha pada distro pada 2004. pada saat itu, dirinya mengeluarkan biaya sebesar Rp100 juta untuk investasi asset bangunan yang terletak di Jl Duren Tiga Raya, Jakarta Selatan. Sementara untuk isi toko sebesar Rp5 juta. Dengan bekerja keras, pada saat ini dirinya telah memiliki beberapa outlet di sejumlah daerah, seperti Jawa Timur.
Dia menambahkan, Saqina Distro Busana dan Perlengkapan Muslim menghadirkan pusat belanja kebutuhan fashion dan gaya hidup keluarga muslim yang terlengkap. Menyajikan produk busana dan perlengkapan muslim berkualitas dan terjangkau. Memberikan kepuasan pelanggan melalui kenyamanan belanja, kelengkapan produk dan layanan prima.
Setelah cukup berhasil membuka beberapa outlet di daerah, Ines kemudian membuka penjualan online. Penjualan system online ternyata mendapatkan repson positif dari masyarakat. Karena masyarakat tidak perlu lagi datang ke distro untuk melihat berbagai produk yang ditawarkan. Selain itu, investasi pada system online jauh lebih murah daripada harus membuka tempat berjualan.
Owner Distribution Outlet (distro) ‘Sempurna’ Ahmadsetiawan Putra, mengaku, modal awal untuk membuka usaha hanya sebesar Rp 500 ribu. Dana sebesar itu dipergunakan membuat beberapa baju. ”Kemudian saya tawarkan ke teman-teman,” terangnya.
Ahmad mengaku mulai merintis usaha ini pada 2002. Selain menjual produk dengan cara menawar-nawarkan pada teman-teman, dia juga menitipkan produk yang dihasilkannya ke distro-distro lain. Sekarang produknya telah sampai ke luar Pulau Jawa, seperti Makassar, Padang, Medan, dan Pontianak.
Dia menjelaskan, sebenarnya hal yang dilakukan sama saja dengan menolong diri sendiri. Karena menyediakan lapangan kerja bagi diri sendiri alias tidak bergantung pada orang lain. Bahkan jika usaha semakin maju, bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain. ”Jeli melihat pasar juga merupakan kemampuan yang harus dimiliki wirausahawan,” tandasnya. (Seputar Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar