Komunitas Kreatif Kalangan Pengusaha Distro Bandung
Kategori: Cerita Inspiratif (191 kali dibaca)
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa keunggulan desain dan kualitas produk merupakan unsur utama yang sangat menentukan daya saing suatu produk manufaktur di era perdagangan global dewasa ini. Tanpa dikuasainya kedua unsur itu, maka dapat dipastikan suatu produk manufaktur akan sulit bersaing di pasar, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional. Bahkan, sangat mungkin terjadi produk tersebut akan benar-benar tersingkir dari arena persaingan pasar.
Paradigma tersebut rupanya betul-betul menjadi pakem bagi kalangan pengusaha muda yang bergerak dalam industri clothing & accesories di Kota Kembang, Bandung, yang kemudian dikenal dengan sebutan distro (singkatan dari distribution store). Dengan konsep distro itulah, kalangan pengusaha muda belia itu memulai bisnis mereka dengan mengedepankan keunggulan kreatifitas dan inovasi di bidang desain dan keunggulan kualitas produk.
Keunggulan kreatifitas dan inovasi di bidang disain dan kualitas produk sangat dimungkinkan karena kebanyakan para pengusaha muda itu umumnya memiliki latar belakang pendidikan di bidang seni dan desain. Beberapa diantara mereka adalah sarjana seni dan desain jebolan dari perguruan tinggi terkemuka di kota Bandung.
Mereka memfokuskan diri dan menekuni industri distro untuk aneka produk pakaian yang terkait dengan gaya hidup anak muda dan remaja mulai dari pakaian jadi (baju kaos, jaket dan celana) dan pernak-perniknya (pin, gantungan kunci, topi), sepatu, tas, dompet dan ikat pinggang. Bahkan mereka kini mengembangkan usahanya ke produk gaya hidup anak muda lainnya seperti skate board, MP3, MP4 dan lain lain.
Perusahaan-perusahaan distro itu umumnya hanya mengerjakan kegiatan pra produksi, yaitu pembuatan desain-desain terbaru, pengembangan produk dan pemasaran. Sedangkan, kegiatan produksinya sendiri umumnya dilakukan oleh vendor-vendor yang menjadi mitra kerja mereka. Vendor-vendor tersebut mengerjakan pembuatan produk clothing dan perlengkapannya sesuai dengan desain serta spesifikasi dan standard kualitas material yang telah ditentukan pemilik distro. Produk yang dihasilkan kemudian dipasarkan melalui outlet distro. Dengan demikian, perusahaan distro sebetulnya lebih banyak mengandalkan proses nilai tambah dari kreatifitas dan inovasi desain produk.
Namun justru dengan mengandalkan kreatifitas dan inovasi desain produk itulah, kalangan pebisnis distro dapat meraih nilai tambah yang cukup tinggi dengan memperoleh harga di atas harga jual rata-rata produk sejenis yang dipasarkan di departmen store atau outlet pakaian lainnya. Namun konsumen sendiri merasa puas dengan produk distro karena memiliki desain dan merek yang eksklusif. Bahkan dengan keeksklusifannya itu, desaindesain pakaian yang dihasilkan distro sedikit banyak kini sudah menjadi trend setter dalam dunia fashion di tanah air.
Produk clothing dan perlengkapan gaya hidup anak muda tersebut diproduksi secara eksklusif dengan desain khusus dan dalam jumlah yang relatif sangat terbatas (limited edition). Produk-produk tersebut kemudian dipasarkan hanya melalui outlet distro tertentu dengan menggunakan merek yang juga diciptakan sendiri oleh para pemilik distro. Satu item produk yang diproduksi dan dipasarkan melalui konsep distro hanya dirilis dalam jumlah terbatas, paling banyak hanya 200 pieces.
Menjamur Setelah Krismon
Industri distro pertama kali muncul di kota Bandung pada tahun 1996 dan mulai berkembang pesat pasca krisis ekonomi dan moneter tahun 1998. Setapak demi setapak kalangan pengusaha muda belia kota Bandung itu mulai menancapkan kuku bisnisnya di pasar domestik, khususnya di kota Bandung sendiri. Di luar dugaan industri distro ini mendapat sambutan yang cukup antusias dari kalangan konsumen. Hampir setiap hari, terutama pada hari libur (akhir pekan dan liburan sekolah), outlet-outlet distro di Bandung selalu dipenuhi para pembeli, baik dari wilayah Bandung dan sekitarnya, maupun dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Pada tahun 2002 industri tersebut berkembang pesat dan mulai bermunculan bagaikan jamur di musim hujan, tidak hanya di kota Bandung, tetapi juga berkembang ke kota-kota besar lainnya di tanah air seperti di Jakarta, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan Makassar. Bahkan beberapa diantara mereka ada juga yang kini mengembangkan sayap usahanya sampai ke mancanegara, seperti ke Singapura dan Malaysia.
Penjualan produk yang pada awalnya dilakukan dengan sistem titip jual (konsinyasi) di outlet orang lain dengan nilai omset beberapa puluh juta rupiah per tahun kini telah berkembang menjadi outlet distro milik sendiri. Nilai omset pun meningkat menjadi ratusan sampai miliaran rupiah per tahun per outlet distro.
Untuk menjaga kelangsungan dan lebih jauh memajukan kegiatan bisnis industri distro, sejumlah pelaku industri distro di Bandung belum lama ini membentuk wadah kerjasama yang diberi nama KICK, kependekan dari Kreative Independent Clothing Kommunity.
Ketua KICK, Fiki Chikara Satari mengatakan KICK merupakan sebuah forum kerjasama di antara kalangan pengusaha muda pemilik distro sebagai wadah untuk menjalin kerjasama di antara para pengusaha/pemilik distro di Bandung dengan misi utama untuk menjaga dan memajukan kelangsungan bisnis industri distro.
KICK kini memiliki 23 anggota perusahaan distro yang outlet distronya tersebar di seluruh sudut kota Bandung. Melalui forum KICK, para pengusaha distro tersebut bekerjasama dalam memperkuat bisnis mereka dengan mengadakan kegiatan promosi bersama (expo, seminar/workshop), kerjasama pengembangan keterampilan, desain, teknologi dan manajemen.
”Industri distro ini berawal dari kreatifitas anak muda di kota Bandung untuk menciptakan desain-desain eksklusif. Semula kegiatan bisnis ini hanya beredar dari mulut ke mulut, namun kemudian berkembang makin besar seperti bola salju menjadi sebuah industri tersendiri. Semua anggota KICK kini sudah memiliki outlet distro sendiri, bahkan beberapa diantaranya memiliki dua sampai tiga outlet distro. Total outlet distro anggota KICK ada 30-an dengan total omset sekitar 20-an miliar per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 1.000 orang, termasuk yang bekerja di distro maupun di vendor,” kata Aris Darmawan, Sekretaris KICK.
Menurut Aris, sebetulnya kegiatan bisnis tersebut tidak dirancang dari awal untuk menjadi industri tersendiri, namun karena perkembangan pasar dan permintaan konsumen, industri tersebut kini tumbuh dan berkembang. ”Jadi pasar jugalah yang membesarkan industri ini,” tutur Aris.
Sekretariat KICK
Jl. Braga No. 115, lt. 2
Telp/fax. (022) 4233294
(Arief)
Paradigma tersebut rupanya betul-betul menjadi pakem bagi kalangan pengusaha muda yang bergerak dalam industri clothing & accesories di Kota Kembang, Bandung, yang kemudian dikenal dengan sebutan distro (singkatan dari distribution store). Dengan konsep distro itulah, kalangan pengusaha muda belia itu memulai bisnis mereka dengan mengedepankan keunggulan kreatifitas dan inovasi di bidang desain dan keunggulan kualitas produk.
Keunggulan kreatifitas dan inovasi di bidang disain dan kualitas produk sangat dimungkinkan karena kebanyakan para pengusaha muda itu umumnya memiliki latar belakang pendidikan di bidang seni dan desain. Beberapa diantara mereka adalah sarjana seni dan desain jebolan dari perguruan tinggi terkemuka di kota Bandung.
Mereka memfokuskan diri dan menekuni industri distro untuk aneka produk pakaian yang terkait dengan gaya hidup anak muda dan remaja mulai dari pakaian jadi (baju kaos, jaket dan celana) dan pernak-perniknya (pin, gantungan kunci, topi), sepatu, tas, dompet dan ikat pinggang. Bahkan mereka kini mengembangkan usahanya ke produk gaya hidup anak muda lainnya seperti skate board, MP3, MP4 dan lain lain.
Perusahaan-perusahaan distro itu umumnya hanya mengerjakan kegiatan pra produksi, yaitu pembuatan desain-desain terbaru, pengembangan produk dan pemasaran. Sedangkan, kegiatan produksinya sendiri umumnya dilakukan oleh vendor-vendor yang menjadi mitra kerja mereka. Vendor-vendor tersebut mengerjakan pembuatan produk clothing dan perlengkapannya sesuai dengan desain serta spesifikasi dan standard kualitas material yang telah ditentukan pemilik distro. Produk yang dihasilkan kemudian dipasarkan melalui outlet distro. Dengan demikian, perusahaan distro sebetulnya lebih banyak mengandalkan proses nilai tambah dari kreatifitas dan inovasi desain produk.
Namun justru dengan mengandalkan kreatifitas dan inovasi desain produk itulah, kalangan pebisnis distro dapat meraih nilai tambah yang cukup tinggi dengan memperoleh harga di atas harga jual rata-rata produk sejenis yang dipasarkan di departmen store atau outlet pakaian lainnya. Namun konsumen sendiri merasa puas dengan produk distro karena memiliki desain dan merek yang eksklusif. Bahkan dengan keeksklusifannya itu, desaindesain pakaian yang dihasilkan distro sedikit banyak kini sudah menjadi trend setter dalam dunia fashion di tanah air.
Produk clothing dan perlengkapan gaya hidup anak muda tersebut diproduksi secara eksklusif dengan desain khusus dan dalam jumlah yang relatif sangat terbatas (limited edition). Produk-produk tersebut kemudian dipasarkan hanya melalui outlet distro tertentu dengan menggunakan merek yang juga diciptakan sendiri oleh para pemilik distro. Satu item produk yang diproduksi dan dipasarkan melalui konsep distro hanya dirilis dalam jumlah terbatas, paling banyak hanya 200 pieces.
Menjamur Setelah Krismon
Industri distro pertama kali muncul di kota Bandung pada tahun 1996 dan mulai berkembang pesat pasca krisis ekonomi dan moneter tahun 1998. Setapak demi setapak kalangan pengusaha muda belia kota Bandung itu mulai menancapkan kuku bisnisnya di pasar domestik, khususnya di kota Bandung sendiri. Di luar dugaan industri distro ini mendapat sambutan yang cukup antusias dari kalangan konsumen. Hampir setiap hari, terutama pada hari libur (akhir pekan dan liburan sekolah), outlet-outlet distro di Bandung selalu dipenuhi para pembeli, baik dari wilayah Bandung dan sekitarnya, maupun dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Pada tahun 2002 industri tersebut berkembang pesat dan mulai bermunculan bagaikan jamur di musim hujan, tidak hanya di kota Bandung, tetapi juga berkembang ke kota-kota besar lainnya di tanah air seperti di Jakarta, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan Makassar. Bahkan beberapa diantara mereka ada juga yang kini mengembangkan sayap usahanya sampai ke mancanegara, seperti ke Singapura dan Malaysia.
Penjualan produk yang pada awalnya dilakukan dengan sistem titip jual (konsinyasi) di outlet orang lain dengan nilai omset beberapa puluh juta rupiah per tahun kini telah berkembang menjadi outlet distro milik sendiri. Nilai omset pun meningkat menjadi ratusan sampai miliaran rupiah per tahun per outlet distro.
Untuk menjaga kelangsungan dan lebih jauh memajukan kegiatan bisnis industri distro, sejumlah pelaku industri distro di Bandung belum lama ini membentuk wadah kerjasama yang diberi nama KICK, kependekan dari Kreative Independent Clothing Kommunity.
Ketua KICK, Fiki Chikara Satari mengatakan KICK merupakan sebuah forum kerjasama di antara kalangan pengusaha muda pemilik distro sebagai wadah untuk menjalin kerjasama di antara para pengusaha/pemilik distro di Bandung dengan misi utama untuk menjaga dan memajukan kelangsungan bisnis industri distro.
KICK kini memiliki 23 anggota perusahaan distro yang outlet distronya tersebar di seluruh sudut kota Bandung. Melalui forum KICK, para pengusaha distro tersebut bekerjasama dalam memperkuat bisnis mereka dengan mengadakan kegiatan promosi bersama (expo, seminar/workshop), kerjasama pengembangan keterampilan, desain, teknologi dan manajemen.
”Industri distro ini berawal dari kreatifitas anak muda di kota Bandung untuk menciptakan desain-desain eksklusif. Semula kegiatan bisnis ini hanya beredar dari mulut ke mulut, namun kemudian berkembang makin besar seperti bola salju menjadi sebuah industri tersendiri. Semua anggota KICK kini sudah memiliki outlet distro sendiri, bahkan beberapa diantaranya memiliki dua sampai tiga outlet distro. Total outlet distro anggota KICK ada 30-an dengan total omset sekitar 20-an miliar per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 1.000 orang, termasuk yang bekerja di distro maupun di vendor,” kata Aris Darmawan, Sekretaris KICK.
Menurut Aris, sebetulnya kegiatan bisnis tersebut tidak dirancang dari awal untuk menjadi industri tersendiri, namun karena perkembangan pasar dan permintaan konsumen, industri tersebut kini tumbuh dan berkembang. ”Jadi pasar jugalah yang membesarkan industri ini,” tutur Aris.
Sekretariat KICK
Jl. Braga No. 115, lt. 2
Telp/fax. (022) 4233294
(Arief)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar